Martin EP Seligman, seorang psikolog mengatakan, orang yang tingkat harapannya tinggi memiliki “suara hati” (inner-voice) positif, sehingga selalu mengatakan, “aku pasti bisa melewati ini” ketika menghadapi tantangan. Di balik pernyataan, “aku pasti bisa melewati ini”, terkandung “harapan” yang menjadi penggerak kita untuk mewujudkannya melalui serangkaian proses: jatuh bangun dan berusaha bangkit.Semakin hebat harapan dan upaya yang dilakukan, semakin besar pula munculnya optimisme diri. Harapan yang kita bangun itu dapat mengembangkan ketekunan dan menciptakan mental pantang menyerah.
Dalai Lama, seorang pemimpin spiritual dari Tibet, pernah mengatakan, “Anda mungkin bertanya; mengapa kita selalu berpegang teguh pada harapan. Ini karena harapan adalah hal yang membuat kita bisa terus melangkah dengan mantap, berdiri teguh, di mana pengharapan adalah sebuah awal.”
Ya, harapan bukanlah angan-angan kosong, tetapi sebuah keinginan yang menumbuhkan semangat berikhtiar dalam diri kita. Karenanya, tak salah jika disebutkan bahwa harapan adalah keinginan kita yang menentukan awal kesuksesan. Maka, keinginan tanpa disertai ikhtiar bukanlah suatu harapan, melainkan hanyalah mimpi di siang bolong.
Apabila kita mengubah persepsi hidup dan memandang masa depan dengan cara positif, ini akan mengurangi rasa gelisah kita dan meningkatkan kesehatan fisik dan mental. Dengan harapan, keyakinan positif akan tumbuh, sehingga dapat mencetuskan berbagai tindakan positif.
Sebuah penelitian di Amerika Serikat menyimpulkan seseorang yang berjiwa pesimis cenderung memiliki umur yang singkat, karena mengidap penyakit jantung. Sebaliknya, orang yang optimis memiliki riwayat kesehatan fisik yang jauh lebih baik daripada mereka yang pesimis.
Dalam penelitian itu, dijelaskan orang pesimis tingkat kerentanan penyakit jantung yang berakibat kematian, sangatlah tinggi.
Dr. John Barefoot dari Pusat Medis Universitas Duke of America, menyatakan penelitian awal yang menguji seberapa besar pengaruh motivasi terhadap pasien dalam kesembuhan penyakitnya, yang mempengaruhi mereka untuk bertahan hidup. Pada penelitian sebelumnya difokuskan pada dampak harapan pasien, utamanya berhubungan dengan kondisi penyakit mereka, kemampuannya untuk melanjutkan hidup secara normal, dan secara khusus yang berkaitan dengan aktivitas dan latihan fisik.
Para peneliti melakukan penelitian terhadap 2800 pasien yang menderita sakit arteri koroner, setidaknya, setiap kali mereka menderita penyumbatan pada arteri. Pada kesempatan itu, pasien diminta mengisi kuesioner untuk mengukur harapan mereka tentang kemampuannya untuk pulih dari penyakit dan pola pemulihan kehidupan normal.
Menurut penelitian tersebut disebutkan, sekitar 978 pasien meninggal dalam kurun waktu 6-10 tahun sejak dimulainya penelitian. Hal ini mengungkapkan bahwa 66 persen penyebab kematian mereka adalah karena penyakit arteri koroner. Hasil penelitian ini, menyebutkan adanya tingkat kematian tinggi terhadap pasien pesimis, yaitu dua kali lipat dibandingkan dengan pasien yang selalu optimis.
Sikap optimis adalah sumber vitalitas dan pengharapan, keberanian dan kepercayaan diri dalam hidup kita. Ia (optimisme) akan memberi kita motivasi sehingga mampu menentukan arah tujuan hidup di masa mendatang. Optimisme juga memberikan keteguhan hati dan jiwa tatkala kita berhadapan dengan tantangan dan rintangan.
Orang yang optimis, selalu berpengharapan (berpandangan) baik dalam menghadapi segala hal, sehingga sikap optimis sangat dibutuhkan dalam kehidupan kita. Sebab, selain akan membuat kita semakin percaya diri, juga berpengaruh pada kesehatan jiwa dan fisik.
Diri yang selalu optimis tidak menutup pandangan atas berbagai kondisi negatif, tidak mengalami pikiran gelap; ia selalu menanam harapan sehingga mempengaruhi pandangan hidupnya. Agar masa depan selalu cerah benderah, diperlukan sebuah pengharapan yang bermakna, sehingga kehidupan menjadi lebih produktif.
Orang yang optimis akan selalu memiliki kesehatan dan akan leluasa merencanakan masa depan. Kita, dengan demikian, tidak akan banyak mengeluh dan putus asa ketika kesulitan menjelajahi tangga kesuksesan.
Akan tetapi, seorang yang pesimis akan melihat ada kesulitan di setiap kesempatan; ia menjadi malas, putus asa, banyak mengeluh ketika harus mengerjakan sesuatu. Inilah yang mengakibatkan orang yang pesimis demikian sulit menggapai kesuksesan. Sementara itu, orang yang optimis tentunya akan melihat bahwa ada kesempatan besar di setiap kesulitan.
Sikap optimis selalu menjadi kunci kesuksesan kita, karena dari dalam dirinya akan lahir sebuah semangat perubahan. Inilah sebabnya, ketika kita mengharapkan sebuah hasil positif tapi tidak menjadi kenyataan, otak kita akan berputar kembali mencari cara terbaik untuk mewujudkan harapan dan keinginan yang terpendam dalam diri kita.
Karena itu, untuk menjadi orang yang sukses; kita memerlukan sebuah pemahaman positif dan optimistik tentang kehidupan ini. Insyaallah dengan hal ini, kita akan lebih mudah menjalani jalan menuju kesuksesan. Dengan sikap optimis juga, kita menjadi lebih mudah merencanakan kembali rancangan hidup yang tertunda dan gagal, dengan rencana dan rancangan baru yang lebih segar dan mudah diimplementasikan.
Nabi kita, Muhammad Saw., selalu menjalani kehidupannya secara optimis. Ketika awal mula kehidupannya di Mekkah, ia mendapatkan serangkaian gangguan dari pihak Quraisy; tetapi dengan keyakinan penuh, sikap dan tindakan kaum Quraisy itu dihadapi dengan pandangan positif. Ia selalu yakin bahwa masa depan akan cerah benderah; sehingga ketika hijrah ke Madinah, ia bersama kaum muslim mendapatkan penghormatan yang luar biasa.
Betul bila dikatakan oleh Allah, Waltandur nafsun maa qaddamat lighad – hendaklah kalian melihat apa yang akan kau kerjakan untuk masa depan. Ini artinya, agar masa depan kita tetap terjaga, di dalam diri harus ditanamkan optimisme sehingga kita dapat merangkai cita-cita untuk perbaikan hidup di masa mendatang.